Asal Usul Cengkareng (1): Kisah Para Landheer dan Warisan Sejarah yang Hilang

0
282

Histourism – Sampai penghujung 1980-an, orang-orang yang berjalan dari tepi Jl Daan Mogot, menyusur Pasar Cengkareng sampai ke Kecamatan Cengkareng, masih bisa melihat bangunan megah tak terurus di sisi kanan jalan.

Bagian depan bangunan, dengan menara di depannya, berada tepat di seberang bioskop Tjengkareng Theatre I. Bangunan membentang sampai ke seberang jalan di depan Kecamatan Cengkareng saat ini.

Seluruh tanah lokasi bangunan dipagar seng, kawat berduri, atau bambu. Entah siapa yang menjaga tanah itu. Yang pasti, beberapa bagian bangunan itu sempat menjadi hunian sementara penduduk, dan bangunan lain dibiarkan kosong, dengan rumput gajah tumbuh subur di dalamnya.

Beberapa bagian bangunan, khususnya jendela dan atap, rusak dan dibiarkan. Tembok bangunan menghitam, sebagian runtuh, dengan bata merah ukuran besar terserak begitu saja.

Orang-orang sekitar menyebut bangunan itu dengan banyak nama. Sebagian mengatakan itu rumah kongsi, kongsi, gedung kongsi, dan entah apa lagi. Kata ‘kongsi’ akan selalu menyertai nama bangunan itu.

Tidak jauh dari rumah besar itu terdapat danau buatan, dengan pohon teratai di atasnya. Ada tiga pohon sengon, penduduk setempat menyebutnya pohon ambom, di bagian danau di tepi jalan.

Sampai pertengahan 1980-an, bagian bawah pohon itu digunakan pedagang loak dan batu cincin. Pak Japar adalah pedagang loak generasi pertama di tempat itu. Pak Bakri, dengan janggut dan brewok putih, mungkin pedagang batu cincin paling populer saat itu.

Malam hari, kawasan itu berubah fungsi sebagai tempat mangkal waria. Jika sedang ramai, lima sampai enam waria mangkal dan menebar aura kepada lelaki yang lewat. Dalam situasi sepi, hanya ada dua waria yang mangkal permanen. Salah satunya bernama Jufri.