Dengan Bantuan Onom, Markas Pejuang Menghilang dari Serangan Belanda

0
74
Gambar ilustrasi

Histourism – Dalam pembabakan sejarah, antara tahun 1670 sampai dengan 1950 dikenal sebagai masa perjuangan. Sedangkan Galuh berada dibawah kekuasaan Belanda pada 19-20 Oktober 1677 diawali dengan penyerahan wilayah Priangan Timur oleh Mataram kepada VOC sebagai balas jasa karena VOC telah membantu menyelesaikan konflik kekuasaan di Mataram.

Kemudian setelah melewati rentang waktu yang panjang, akhirnya proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, menjadi tonggak penting yang mendorong terjadinya perubahan besar. Indonesia akhirnya merdeka. Walau demikian kemerdekan yang baru dicapai masih harus dibayangi oleh kompleknya masalah.

Empat tahun pasca Proklamasi, Perang mempertahankan kemerdekaan masih terus berkobar, terutama menghadapi penjajah yang ingin berkuasa kembali. Pada masa itu, salah satu tempat yang dijadikan basis perjuangan di wilayah Ciamis tengah adalah di Dusun Cibungur, Desa Wangunjaya, Kecamatan Cisaga.

Menurut cerita yang dikisahkan oleh Eman Sulaeman (60) tokoh masyarakat Cibungur, ada dua rumah yang dijadikan markas laskar pejuang yaitu milik Arsadireja, kakeknya, yang berfungsi sebagai markas logistic dan milik Rahman sebagai markas komando. Terutama dipergunakan sebagai pos transit pejuang yang datang dari beberapa wilayah lainnya.

“Rumah kakek saya sering didatangi tokoh-tokoh pejuang seperti H.R.A Nasuhi dan Letnan Pane untuk memberikan komando kepada laskar dalam menghadapi Belanda yang markasnya di pojok alun-alun Cisaga,” Papar Eman Sulaeman.

Menurutnya, kakeknya itu dikenal memiliki wewesen dan kemampuan spiritual tinggi untuk melindungi daerahnya agar tidak diketahui oleh Belanda sebagai salah satu basis perjuangan. Hal itu tidak aneh, karena Arsadireja merupakan salah seorang yang turut ngabedahkeun Rawa Onom yang sebagian luasnya masuk ke wilayah Cisaga.

Pekerjaan itu dilakukan bersama R.Bratanagara tokoh utama yang membuka Rawa Onom, untuk dijadikan lahan pesawahan. Onom adalah makhluk halus yang suka membantu pemerintahan pada jaman Kabupatian di Ciamis.

Misalnya, markas pejuang yang jaraknya hanya 100 meter dari jalan yang sering dipergunakan oleh Belanda untuk patroli ternyata tidak pernah diketemukan. Padahal menurut laporan mata-mata pribumi yang bekerja pada Belanda, keberadaan dan letak markas tersebut sudah dijelaskan dengan rinci. Namun ketika diperiksa yang terlihat hanyalah hutan lebat.

“Pernah suatu ketika Belanda mengepung rumah kakek saya. Sebab waktu itu sedang ada pertemuan para pejuang. Dari jauh terdengar rentetan senapan Belanda termasuk suara ledakan granat yang dilempar mereka membuat suasana mencekam. Yang ada di rumah semuanya bersiap dengan tegang. Namun anehnya, walau serangan memang ditujukan ke rumah kakek, namun tidak ada yang kena. Esok harinya sewaktu diperiksa yang hancur ternyata rumpun bambu yang hanya berjarak 50 meter dari rumah,” ujar Eman dengan mata menerawang mengenang saat itu ketika dirinya masih kecil.

Wilayah Cisaga pun pernah dihujani oleh mortir, diantaranya jatuh dan menghancurkan tebing batu di daerah Kepel dan Bangunharja. Sedangkan yang jatuh di wilayah Sengkong atau Desa Cibungur, walaupun hancur namun tidak mengeluarkan ledakan keras.

“Aneh, waktu itu para pejuang sedang istirahat dari atas tiba-tiba terdengar suara desing canon yang kemudian menghantam pohon kelapa di belakang markas pejuang. Tapi canonnya tidak meledak, hanya ngajurujus katika jatuh ke tanah. Andai saja meledak, waah, bisa hancur seisi rumah,” pungkas Eman Sulaeman.