Kisah Soekarno di Flores

0
188
Patung Soekarno duduk di taman perenungan yang memunculkan rumusan Pancasila di Kelurahan Rukun Lima, Ende, Nusa Tenggara Timur

Histourism – Soekarno merasakan kehangatan kekeluargaan di Ambugaga. Dirinya bersahabat dan berdiskusi dengan para pastor di Komplek Misi Katolik Roma yang letaknya sebelah timur kampong Ambugaga.

Ia bersahabat dengan Pastor G.Huytink, J.Bouman dan Bruder Lambertus. Hubungannya dengan para pastor Belanda membuat ketar ketir berbagai pihak, karena sudah dikenal secara umum bahwa Soekarno adalah musuh bebuyutan penjajah Belanda.

Namun ternyata, pastor-pastor disana sangat tidak setuju atas penjajahan oleh bangsanya. Bahkan pastor-pastor itu mendukung perjuangan Soekarno mengusir pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Lepas dari kemelekatan politiknya, selama di Ende Soekarno adalah seorang pelukis yang menumpahkan imajinasinya melalui sketsa pensil dan lukisan pemujaan roh di Pura Bali dengan cat air.

Ia juga seorang pematung, karyanya yang berjudul Bima terbuat dari batu andesit dengan posisi tegak dan memegang ular sebagai simbol penguasaan nafsu dalam meraih kesempurnaan hidup.

Patung tersebut kini tersimpan di kediaman Bupati Hardjonagoro. Ia juga ternyata seorang sutradara dan menulis sekitar 12 lakon untuk dipentaskan oleh group sandiwara Kelimutu yang jumlah anggotanya 50 orang.

Naskah tersebut diantaranya berjudul: Rahasia Kelimutu, Tahun 1945, Nggera Ende, Amuk, Rendo, Kutkuthi, Maha Iblis, Anak Haram Jadah, Dokter Setan, Aero Dinamit, Jula Gubi dan Siang hai Rumbai.

Yang menarik adalah judul naskah Tahun 1945, dalam naskah itu Soekarno sudah membayangkan bangsa Indonesia akan terbebas dalam belenggu penjajahan pada tahun 1945. Entah kebetulan atau tidak, terbukti tahun 1945 Indonesia Merdeka.

Sayangnya delapan naskah sandiwara yang asli ditulis tangan tersebut hilang. Yang tersimpan di Musium Soekarno adalah salinan yang diketik ulang.

Di Ende, Soekarno pun menjadi muslim yang aktif walaupun dalam keluarganya terjadi sinkretis manakala dari pihak ibunya ia mengenal ajaran hindu bali dan dari ayahnya mengenal teosofi.

Hal tersebut dapat dilacak dari kegiatan berkirim surat kepada A. Hassan, pemimpin Persatuan Islam di Bandung yang bersimpati padanya.

Kegiatan berkirim surat tersebut kemudian diterbitkan dalam buku berjudul Surat-surat Islam dari Endeh pada tahun 1936. Tebitan tersebut ternyata mendapat tanggapan yang jauh lebih luas ketimbang kisah pengasingan Soekarno di Endeh.

“Endeh, kampung nelayan, telah dipilih sebagai penjara terbuka untuku yang telah ditentukan oleh Gubernur Jendral sebagai tempat aku menghabiskan sisa umurku. Kampung ini mempunya penduduk 5000 kepala, keadanaanya masih terbelakang. Dalam segala hal, Endeh di Pulau Bunga, yang terpencil itu, bagiku menjadi ujung dunia”. Demikian lukisan perasaan Soekarno tentang Ende yang ditulis tahun 1965.