Hancurnya Si Happer de Pap di Sadewata Ciamis

0
130
Gambar ilustrasi

Histourism – Banyak terjadinya kontak senjata antara Belanda dan Tentara Pelajar yang berlangsung antara bulan Juni 1947 sampai Februari 1948.

Terutama Di sekitar gunung Sawal telah menyebabkan gugurnya beberapa orang tentara pelajar yang rata-rata berusia remaja sebagai patriot bunga bangsa. Yaitu : Endang Kachroni, Uyun Yusuf, Sarifudin, Soediono, Totong Belawi, Suptandi, Umar, Abdurachman dan Moch Isya.

Salah satu kisah heroik kegigihan para pejuang kemerdekaan dalam mempertahankan NKRI di wilayah Panjalu dan sekitarnya adalah pertempuran di Sadewata. Wilayah yang berada di ketinggian 700 dpl tersebut sangat strategis untuk dipergunakan sebagai jalur lintas yang menghubungkan antar Panjalu, Kawali dan Panawangan.

Selain itu letaknya yang tinggi, cocok pula untuk dipergunakan sebagai pos pengintai. Dari tempat ini serangan jarak jauh dengan menggunakan mortir maupun canon dapat dilakukan dengan mudah.

Ruyatna Maulana yang dulunya menjabat Kepala Seksi II Datasemen Wehrkreise II Gunung Sawal, menyatakan bahwa pada suatu hari di tahun 1947, Datasemen Weherkreise II Gunung Sawal yang bermarkas di Cigintung Maparah telah mengirim patroli pengamanan.

Namun ditengah perjalanan bertemu dengan patroli belanda sehingga langsung terjadi pertempuran. Mengakibatkan gugurnya 3 orang pejuang pelajar terdiri dari 3 orang bernama Endang Kachroni (siswa SMTA Kl 2), Uyum Yusuf dan Sarifudin (Pemuda Panjalu). Sedangkan Korban dari pihak lawan tidak diketahui.

Beberapa waktu kemudian, Patroli Belanda datang kembali dengan dikawal 3 kendaraan Brencarier (sejenis tank) memasuki desa Sadewata. Karena medan jalan yang sempit dan berliku kendaraan tersebut sedikit terhambat lajunya. Tentara Belandapun memaksa rakyat sadewata untuk membantunya.

“Rakyat disuruh melancarkan lajunya Brencarier. Tapi tidak didengar, alat-alat seperti linggis dan pacul yang awalnya untuk melancarkan jalan bagi brencarier dibuang oleh rakyat. Akhirnya ada salah seorang warga yang dirantai oleh Belanda,” ujar Eman.

Keberadaan pasukan Belanda di Sadewata tersebut segera dilaporkan oleh rakyat ke Datasemen Wk.II G. Sawal. Akhirnya Komandan Datasemen, Kolonel Aboeng Koesman segera memberangkatkan 1 pleton pasukan dibawah pimpinan Let.Kol. Ruyatna Maulana, dengan komandan regu bernama Suroyo.

Dibawah penunjuk jalan dari rakyat, peleton berangkat menuju sebuah puncak bukit (Kebon Seureuh) sehingga dapat mengampil posisi yang sangat ideal untuk melakukan penyergapan terhadap pasukan Belanda termasuk brencariernya yang posisinya ada di sebelah bawah bukit (Gunung Gelembung) dengan jarak tembak sekitar 300 meter.

Akhirnya, Salah satu Brencarier Belanda yang diberi nama Happer de Pap lumpuh setelah dipancing oleh Ruyatna dan Soeroyo sehingga menggilas bom. Rantainya putus tidak bisa maju atau mundur, sehingga akhirnya ditinggalkan oleh Belanda dan dibakar oleh Rakyat. Tidak ada kerugian dari pihak pejuang.

Sampai saat ini bangkai rantai si Happer de Pap masih tersimpan di monument Pahlawan Desa Sadewata. Selain bangkai rantai, juga tersimpan kentongan yang digunakan untuk memberi tanda genting, juga tersimpan bendera Merah Putih yang dulu dikibarkan di Sadewata. Kondisi bendera tersebut sudah lapuk dan sedikit cabik-cabik.